Dalam sejarah perkembangan Islam khususnya yang ada di tanah Jawa kita pasti mengenal tokoj yang satu ini yang bernama Syekh Siti Jenar dan selama hidupnya Syekh Siti Jenar memberikan pandangan tentang hidup sejati, Dan Menurutnya, hidup sejati hanya bisa diraih apabila manusia telah melepas nyawa dan menyatu dengan Dzat Alloh secara sempurna. Karena itu, hidup di dunia dianggapnya " KEMATIAN" karena hidup di dunia tidak langgeng. Pada mulanya, pendapat ini ditentang oleh ali Songo. Bahkan, pendapat inilah yang menyebabkan eksekusi mati bagi Syekh Siti Jenar. Namun, belakangan, para wali Songo menyadari akan kesalahannya dan menganggap ajarannya Syekh Siti Jenar tidaklah salah, Hanya saja, tidak boleh diajarkan secara sembarangan kepada semua orang.Inilah yang membedakan antara Syekh Siti Jenar dan Wali Sango. Syeks Siti Jenar mengajarkan hidup sejati dengan terang-terangan dan mengetahui tanpa basa-basi. Syeks Siti Jenar menjelaskan makna hidup tersebut secara terbuka, dan siapapun boleh mengetahuinya. Dan dalam mengajarnya, Syekh Siti Jenar tidak perlu berputar-putar terlebih dahulu, tapi langsung ke intinya, beda dengan Wali Songo yang memulainya dengan pemahaman yang paing bawah, lalu secara perlahan naik, hingga akhirnya sampai pada intinya. Bahkan oleh Ranggawarsito ajaran makrifat yang pada mulanya dirahasiakan oleh para Wali Songo ini dibuka secara umum dalam bentuk tulisan, semua boleh mengamalkannya, namun tetap memperhatikan tata caranya.. Dan pandangan Syekh Siti Jenar tentang hidup sejati itu tempatnya ada di dalam "uni nong ana nung". Inilah kehidupan sejati yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar, seseorang yang tidak bisa memosisikan diri di dalam "uni nong ana nung", ini berarti manusia tersebut belum tahu akan hidup, sama dengan bangkai yang berjalan.
"uni nong ana nung" ini adalah Dzat Alloh, yakni "AKU". Dalam ajaran "Martabat Tujuh, keadaan ini samaa dengan Martabar Abadiyah, yaitu tingkatan pertama penampakan Tuhan. Dalam keadaan ini Alloh hanya digambarkan sebagai dzat semata, dan tidak memiliki nama untuk menyebut DIRINYA, karena itu Syekh Siti Jenar berani mengatakan bahwa nama Alloh ada karena dzikir yang dilakukan oleh manusia.
Seseorang yang hendak mencapai kehidupan yang sejati, manusia harus mengetahui hakekat dirinya. Para pengamal makrifat memberi ungkapan, "Man'arafa nafsabu faqad'arafa rabbabu" artinya barang siapa sudah mengetaahui dirinya maka dia sudah mengenal Tuhannya. Ungkapan tersebut mengandung pesan bahwa tidak mungkin seseorang akan dapat mengenal Tuhannya, jika ia tidak mengenal hakikat dirinya, sesorang dapat memulainya dari bawah ke atas, yang diistilahkan taraqi atau mendaki, yang dimulai dari tingkat paling bawah dalam Martabat Tujuh, lalu terus naik hingga sampailah pada tingkatan yang tertinggi.
Awalnya seseorang akan mengenal dirinya sebagai manusia secara jasmani. Lalu mengenal dirinya sebagai bangunan jiwa dengan segala pernak-perniknya. Kemudian ia mengenal dirinya sebagai roh. Setelah itu ia mengenal dirinya sebagai satu kesatuan alam semesta /Makrokosmos, yakni Nur Muhammad. Hingga akhirnya ia mengenal diri sesungguhnya. Dan Selanjutnya ia melebur jasmani dan rohaninya, dan lenyap dalam Dzat Alloh yang nyata, sehingga hilanglah seemua yang ia rasakan kerena Dzat Alloh Yang Satu. , itulah hakekat kehidupan, hidup sejati yang dicapai melalui pelenyapan diri yang sekaligus penyatuan dalam Dzat Alloh Yang Mulia inilah ayng disebut dengan "MANUNGGALING KAWULA GUSTI" , yang penuh misteri hanya orang-orang terpilihlah yang hanya bisa merasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar